Tugas 1 Bahasa Indonesia Memahami Struktur dan Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fiksi dalam Novel



TUGAS 1 BAHASA INDONESIA
Memahami Struktur dan Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fiksi dalam Novel



(6)  Jika setiap peristiwa dalam cerita fiksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah, dan akhir, kelompokkanlah peristiwa dalam NSdI menjadi tiga bagian tersebut. Lakukanlah secara berkelompok. Setelah itu, presentasikanlah hasil diskusi kelompok kalian.

JAWABAN :
a)      Bagian Awal
Pada bagian awal menceritakan gambaran umum tentang peristiwa apa saja yang akan terjadi, diantaranya meninggalnya Abah Kalid, Kalid yang dipenjara akibat membakar base camp milik PT Riau Maju Timber, serta ketidakadilan dan penderitaan yang dialami penduduk kampung di Indragiri seperti bencana banjir dan panas yang terik.
b)      Bagian Tengah
Pada bagian tengah menceritakan tentang eksploitasi hutan oleh PT Riau Maju Timber yang menyebabkan terjadinya bencana alam banjir bandang dan panas terik di kampung Indragiri. Karena tidak tahan lagi, akhirnya Kalid dan beberapa penduduk kampung Indragiri membakar base camp PT Riau Maju Timber pada malam hari.
c)      Bagian Akhir
Pada bagian akhir menceritakan tentang Kalid dan teman-temannya yang dipenjara akibat membakar base camp PT Riau Maju Timber. Beberapa waktu kemudian, Kalid bebas, namun ia harus kehilangan umi-nya. Akhirnya Kalid memutuskan untuk meninggalkan kampungnya, pergi ke kota mencari penghidupan yang lebih layak demi menyejahterakan kampungnya.
           
(7)  Cobalah kalian uraikan komplikasi yang terjadi pada novel NSdI ini dan setelah kalian evaluasi, bagaimana penyelesaiannya menurut kalian.
JAWABAN :
Komplikasi
  1. Awal konflik dalam teks cerita ini adalah harga dolar naik kemudian disusul dengan melambungnya harga getah karet dan harga kayu. Untuk mendapat keuntungan besar, akhirnya PT Riau Maju Timber mengeksploitasi hutan secara besar-besaran yang menyebabkan bencana alam panas dan banjir bandang di Kampung Indragiri.
  2. Klimaks dalam teks cerita ini adalah saat Kalid bersamaa laki-laki desa lainnya membalas dendam mereka kepada DC yang telah membuat banyak kerusakan dengan membakar base camp-nya.
  3. Antiklimaks dalam teks cerita ini adalah ketika Kalid dan beberapa temannya yang terlibat dalam kasus pembakaran base camp milik DC akhirnya dipenjara.
Evaluasi dalam teks cerita ini adalah selama dipenjara, Kalid telah merenungkan banyak hal, termasuk berpikir bagaimana mencari kehidupan yang lebih baik suatu saat nanti dan cara menghargai orang lain. Dan setelah bebas dari hukuman, Kalid pulang ke Rimbo Pematang.
Resolusi dalam teks cerita ini adalah Kalid memutuskan untuk meninggalkan Rimbo Pematang menuju kota untuk kuliah menjadi seorang guru agar dapat memajukan desanya sekaligus anak-anak agar tidak bermental terbelakang.

8)   Cobalah uraikan struktur yang membangun teks cerita novel ini pada kolom berikut.
No.
Struktur Teks
Peristiwa
1.
Abstrak
Prolog :
lelaki tak memiliki apa-apa jiwanya pergi, mengikuti arah angin  yang tak berketentuan, atau air sungai  yang mengalir membawanya pergi jauh  ke arah entah kadang dia bertanya: “seberapa  beranikah aku mempertaruhkan diriku  bertarung membela kehormatan?” juga, dia masih meragukan dirinya  sendiri: “seberapa takutkah aku  dicintai” lelaki tak memiliki apa-apa, bekalnya  hanya rasa, untuk dijadikan tongkat  penunjuk dalam perjalanan...
2.
Orientasi
25) Guntingan koran itu masih ada di mejanya. Tidak semua koran menulis tentang peristiwa itu, hanya beberapa. Dan yang beberapa itulah yang membuatnya tersentak. Ada yang nyeri dalam dadanya, ada yang hampa dalam jiwanya. Benarkah berita itu? Tidakkah salah koran-koran itu menulis tentang hilangnya lelaki itu terbawa arus Sungai Indragiri yang menenggelamkan beberapa kampung di Indragiri?
       (NSdI, 2004:1)
47) Dia ingat lelaki itu, lelaki pemberani dan misterius. Lelaki yang mau melawan badai, membunuh beruang bahkan ketika usianya sendiri belum sepuluh tahun dan melawan kekuatan apapun yang dianggapnya salah dan merugikan orang lain.
       (NSdI, 2004:1—2)
41) Dia senang bisa memandang lelaki itu; melihat dari dekat wajahnya yang tidak terlalu halus—pori-porinya terlihat dan rahangnya yang menyembul....
       (NSdI, 2004:4)
45) Aku juga pergi tanpa kata-kata, tetapi sekilas aku bisa melihat ekspresi Kalid yang dingin. Betul-betul dingin dan beku.
       (NSdI, 2004:6)
17) Kami memang bekerja keras untuk meyakinkan publik, baik di media massa maupun di persidangan bahwa pembakaran base camp yang dilakukan oleh Kalid dan teman-temannya, hanyalah sebuah akibat dari sebuah keputusan pemerintah ketika menerbitkan SK HPH untuk PT Riau Maju Timber yang sahamnya mayoritas dimiliki DC.
       (NSdI, 2004:8)
18) “...Tetapi Yang Mulia, apakah kita juga harus membiarkan ketika masyarakat kecil yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, diperlakukan tidak adil oleh hukum yang justru melindungi pihak lain dengan memakai kata sebagai aset pemerintah? Bahwa hukum yang dibenarkan itu hanya untuk melindungi kelompok kecil yang memiliki modal dan bisa membayar semuanya? Apakah banjir bandang yang selalu datang setiap tahun yang sering menelan korban rakyat kecil, tidak bisa menjadi alasan bahwa semua itu adalah akibat dari eksplorasi hutan yang berlebihan di daerah sekitar? Mengapa kita harus menyebutnya bahwa itu hanya sebuah bencana alam yang diberikan oleh Tuhan...?”
        (NSdI, 2004:9)
29) Kalid divonis setahun dua bulan oleh hakim.
       (NSdI, 2004:12)
16) Ketika hakim selesai membaca keputusan, kembali, mereka kalap dan mengatakan bahwa hukuman itu tidak adil untuk Kalid. “Yang pantas dihukum itu Dedi Chandra dan antek-anteknya!” teriak mereka. “Hakim telah dibayar oleh Dedi Chandra!” teriak yang lain.
       (NSdI, 2004:12)
20) Engkau tahu, aku lahir dan besar di sebuah kampung terisolir yang hingga kini masih seperti itu ketika aku meninggalkannya hampir tujuh tahun lalu. Kemiskinan bukan lagi hal baru, dan itu yang terus menerus kami lawan. Tetapi kemiskinan itu semakin bertambah dengan penderitaan yang kami, orang kampung, sulit mencari solusinya. Bahkan, saking bodohnya, engkau tentu tahu kisah tentang Fatimah dan Ipah, dua wanita yang dikorbankan kepada penunggu Sungai Indragiri ketika musim panas melanda kampung kami selama berbulan-bulan. Itu bukan sebuah bagian dari budaya, Alia, tetapi itu adalah bentuk ironis dari kebodohan kami.
       (NSdI, 2004:18)
14) Mulanya, dengan inisiatif sendiri, aku datang ke kantor Dinas Kehutanan di Rengat ketika libur kuliah dan mengatakan kepada mereka bahwa aktivitas PT Riau Maju Timber di kampung kami harus dihentikan. Sebab, lambat-laun hutan di kampung kami habis dan banjir selalu datang menenggelamkan kampung kami. Tapi apa jawaban mereka? “Tidak hanya di kampungmu hutan ditebang, tetapi mengapa hanya kamu yang melapor? Itu bukan urusan kamu, pemerintah yang memberi izin!”
       (NSdI, 2004:19)
8) Namun, aku benar-benar terpukul ketika musim hujan di bulan September, aku kehilangan abah. Aku tak bisa pulang ketika itu, karena permukaan Sungai Indragiri naik dan gemuruh alirannya seperti ombak yang bergulung berwarna kuning. Aku menginap di rumah penjaga sekolah selama tiga hari. Ketika hari Sabtu tak hujan, aku pulang dan bisa menyeberang. Namun yang kudapati di sana, umi tidak di rumah dan seluruh penduduk kampung berdoa, membaca Surat Yasin. Aku bertanya siapa yang meninggal dan mereka diam semua.... Umi kemudian meminta saya mendekat dan mengatakan, “Relakan abahmu...”
       (NSdI, 2004:21)
19) Apakah ada jaminan bagi kami, bagi umi dan warga kampung ini bahwa dengan semua penderitaan itu akan masuk surga? “Tuhan tidak ada di sini, Ustaz...” kataku perlahan kepada Ustaz Mahyudin setelah acara yasinan selesai. ...Aku diam. Namun sejak itu, aku sudah pergi dari Tuhan dan tak menyentuh surau atau kitab suci lagi. Aku kecewa sekali. Mungkin imanku yang pendek, tetapi kenapa semua menjadi tidak adil untuk kami?
       (NSdI, 2004:22)
3.
Komplikasi
1) Bulan April 1998, sekilas, dari siaran radio yang aku dengar, keadaan politik memang memburuk akibat jatuhnya harga rupiah. Tetapi bagi kami, naiknya dolar malah melambungkan harga getah karet, dan harga kayu juga naik drastis. Inilah yang kemudian memulai segalanya.
       (NSdI, 2004:22)
2) Markoni datang ke rumah dan mengatakan bahwa PT Riau Maju Timber sudah melakukan penebangan kayu hampir sampai perbatasan kampung kami. Beberapa hutan di kampung sebelah sudah lenyap dan tinggal semak yang akan mudah termakan api kalau musim panas datang pertengahan tahun nanti. “Saya kemarin sempat masuk ke lokasi penebangan mereka, Bang. Sebentar lagi mungkin hutan yang di sebelah barat kampung kita ini sudah habis. Sejak Abang pergi kuliah, kami tak boleh lagi pergi membalak ke hutan. Mereka bilang hutan kita ini masuk HPH mereka..
        (NSdI, 2004:22—23)
26) Di depan beberapa pemuda, suatu malam, aku menjelaskan bagaimana tamaknya perusahaan-perusahaan besar dalam menjalankan bisnisnya. “Kapitalis modern tak membutuhkan tenaga kerja yang berlebihan. Mereka pelit memberikan kesejahteraan kepada pekerja. Jangan percaya kepada masa depan cerah yang mereka janjikan. Teman-teman, dari dulu hingga sekarang, kita tetap miskin, sementara mereka selalu datang dan pergi membawa kekayaan alam kita. Tak ada agama yang bisa membebaskan masyarakat dari kemiskinan ini. Dalam Islam, Tuhan juga mengatakan bahwa yang menentukan nasib seseorang adalah orang itu sendiri. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu umat, kalau umat itu sendiri tidak mau mengubahnya. Artinya apa, kita sendiri yang harus bekerja keras untuk keluar dari masalah ini...”
        (NSdI, 2004:25)
11) Malam itu kami bergerak sekitar 30 orang laki-laki dan berkumpul di rumah Markoni. Kami berjalan tanpa penerangan menuju kompleks perusahaan itu dengan membawa beberapa jeriken minyak bensin dan masing-masing orang membawa geretan pemantik api.
        (NSdI, 2004:28)
9) Ya, siapa yang tak kenal DC? Melawan dia berarti siap menentang maut. Tetapi aku tak hendak melawan dia. Aku hanya mengatakan kepada penduduk bahwa yang membebaskan kemiskinan adalah keyakinan diri kita sendiri. Malam yang kering pada 12 Agustus 1998 itulah, aku merasa menjadi manusia yang berani melawan sesuatu yang memang harus dilawan. Aku menjadi paham, bahwa tak ada penunggu Sungai Indragiri, yang ada hanyalah perusahaan HPH yang menghabiskan hutan dan membuat bencana setiap tahunnya.
        (NSdI, 2004:28)
10) Aku memang terseret dendam pribadi, dan masyarakat kampungku juga marah!
        (NSdI, 2004:30)
27) Kedua penjaga itu terkejut dan dia lebih terkejut lagi karena pada saat yang bersamaan, semua pagar keliling sudah menyala dan beberapa saat setelah itu seluruh bangunan di dalam kompleks itu menyala. Malam itu, ada api yang membakar, seperti dadaku yang dibakar dendam!
        (NSdI, 2004:30)
12) Tak ada yang bisa menyelamatkan base camp itu dari amukan api. Bangunan yang hampir seluruhnya terbuat dari kayu tersebut menjadi makanan empuk api yang kemudian membumbung dan menjadi bola api raksasa terlihat dari jauh yang memecah kesunyian kampung itu.
        (NSdI, 2004:30)
23) Yang ada dalam pikiranku sejak aku mulai memahami pedihnya menjadi orang miskin adalah bagaimana supaya kami semua di kampung diperhatikan; sekolah dibangun dengan layak, jalan dan jembatan dibuat dan orang-orang di kampung kami tidak bermental terbelakang seperti itu.
        (NSdI, 2004:31-32)
21) Mereka dekat dengan sebuah ornamen modern berupa perusahaan pengolahan kayu, tetapi mereka menjadi buruh dan bahkan budak di tanah mereka sendiri. Mereka tak bisa berbuat banyak. Kami tak bisa lagi mencari kayu barang dua atau tiga kubik seminggu dan itu dilakukan dengan gotong royong, karena penguasaan hutan sudah dimiliki oleh perusahaan itu. Kami hanya bisa menakik getah, mencari2 ikan di sungai dan menjualnya ke pasar. Sementara, setiap musim panas kami kebagian asap tebal, dan setiap musim hujan kami mendapatkan banjir bandang.
        (NSdI, 2004:32)
49) Namun dia tetap ngotot agar bisa tetap sekolah yang jaraknya sekitar 15 kilometer ke kota kecamatan. Dan untuk sampai ke sana, dia harus naik perahu ke arah hilir selama setengah jam, menyambung lagi dengan angkutan pedesaan ke arah kota kecamatan. Pulangnya, dia juga harus menempuh rute yang sama ketika pergi.
        (NSdI, 2004:35)
24) Namun dia tetap memiliki keinginan itu; menjadi guru dan mengajar anak-anak di kampungnya, agar tidak hanya sekadar bisa tulis-baca Alquran seperti selama ini didapatkannya dari guru mengaji di surau ketika malam setelah sholat Maghrib. Dia ingin menjadi guru, agar anak-anak di kampung ini bisa sekolah yang lebih tinggi; menjadi insinyur untuk membangun jembatan dan jalan di kampungnya, atau menjadi pejabat agar punya pikiran untuk membangun sekolah di kampungnya.
        (NSdI, 2004:35)
50) Yang penting dia berangkat dulu, melihat kondisi. Kalau memang tak memungkinkan, dia akan mencari pekerjaan dulu, mengumpulkan uang, dan setelah itu baru kuliah. Dia bisa istirahat setahun tak kuliah, ini banyak dilakukan mahasiswa yang kesulitan dana.
        (NSdI, 2004:37)
3) Tahun 1986, inilah tahun terburuk dalam sejarah bencana di kampungnya. Dia baru tamat SD ketika itu dan umurnya baru 12 tahun. Meski masih bau ingus, tetapi dia ingat betul semua yang terjadi di kampungnya; panas terik sepanjang tahun, beras menjadi langka, pohon karet tak mengeluarkan getah karena tak tersiram air. Penduduk kampung itu akhirnya banyak yang mencari ubi dan talas ke kampung lain untuk sekadar mempertahankan hidup.
        (NSdI, 2004:38)
4) Panas terik masih terus memanggang kampungnya, juga kampung-kampung lain di pinggir sungai itu. Asap mengepul dari hutan-hutan di pinggir kampung yang sudah banyak terbakar. Hampir setiap hari pula, dia selalu mendengar suara mesin penebang kayu meraung-raung tidak siang tidak malam dan beberapa hari kemudian kayu-kayu, yang sudah dirajang dengan rapi baik berbentuk papan maupun batangan segi empat dikeluarkan oleh serombongan kerbau dari hutan. Sesampai di pinggir sungai, ada orang yang mengikatnya dengan tali atau kawat dan kemudian dalam jumlah besar dialirkan ke arah hilir sungai dan dikendalikan oleh kepompong bermesin diesel. Hampir setiap hari, dalam panas yang memanggang kampung itu, hal seperti itu terjadi; raungan gergaji sepanjang hari, suara gedblar kayu tumbang, kayu yang ditarik kerbau keluar dari hutan menuju pinggir sungai, dan rombongan aliran kayu ke arah hilir.
        (NSdI, 2004:39—40)
5) “Karena mereka menghancurkan hutan yang menyerap dan menyimpan air saat musim hujan dan mengeluarkannya saat musim panas seperti sekarang. Lihatlah, air sungai sudah hampir mengering dan kita kehilangan mata pencaharian karena ikan-ikannya sudah habis, tak ada air.”
        (NSdI, 2004:41)
6)  Namun, ternyata berhari-hari kemudian hujan benar-benar tak berhenti. Air sungai naik hingga ke rumah panggung. Suara gemuruh datang seperti air bah yang menggulung, atau bunyi ombak badai di lautan ganas. Yang datang beberapa saat setelah itu, benar, air menggulung dan rumah-rumah penduduk terhempas seperti suara kapal yang pecah dihantam badai. Banjir benar-benar datang dan mereka tak sempat menyelamatkan apa-apa.... Banyak rumah yang hancur, ternak yang terbawa air, dan korban jiwa yang belum terhitung.
        (NSdI, 2004: 49—50)
22) Seminggu hujan tak berhenti dan kampung itu benar-benar menjadi danau baru, mungkin juga puluhan kampung lainnya di sepanjang aliran sungai. Kalid juga masih ingat ketika itu, setelah air surut dan normal, kampung itu dilanda wabah kolera. Penyakit itu datang tidak hanya menyerang anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Banyak yang meninggal ketika itu, sekitar pertengahan tahun 1986, karena bantuan obat-obatan dan dokter dari kota terlambat. Transportasi yang susah membuat distribusi bantuan tersendat, ini belum lagi masalah birokrasi yang selalu menjadi penghambat penyaluran bantuan dalam bencana apapun.
        (NSdI, 2004:51)
7) Penebangan hutan yang tidak terkontrol dan pembakaran yang dilakukan membuat bencana itu selalu datang. Hampir setiap tahun juga, Kalid selalu menyaksikan kampungnya menjadi danau berwarna kuning dan seluruh warga kampung harus mengungsi ke bukit selama beberapa hari sampai air surut.
        (NSdI, 2004:53)
28) Hingga kemudian seluruh penduduk kampung itu tersadar, di suatu malam yang kering, base camp perusahaan itu terbakar. Apinya menjulur ke atas di malam yang gelap di tengah hutan, menjulur seperti ingin menjilat apa saja untuk dimakan dan dihancurkan.
        (NSdI, 2004:57)
15) Ada air bandang manghancurkan kampung. Ada kebakaran; kabut, jerebu... Ada luka, sakit hati dan kebencian yang membludak di dada. Kebencian yang berasal dari kekecewaan karena ketidakadilan: kepemilikan yang tercabut dan diambil dengan paksa. Mereka memiliki izin dari pemerintah, tetapi tanah ini bukan tanah pemerintah. Tanah ini milik manusia; rakyat, orang-orang yang tinggal, lahir dan besar di tanah ini.
        (NSdI, 2004:58)
44) Tetapi aku sadar sesadar-sadarnya, bahwa tatapan matanya yang sangat tajam ketika kami pertama kali bertemu—bukan bertemu, aku yang memandangnya dari kejauhan—menjelang senja beberapa waktu sebelum huru hara itu, telah mengubah seluruh tatanan pemikiranku selama ini.
       (NSdI, 2004:60)
48) Dan inilah yang ingin kuceritakan di sini. Tentang laki-laki misterius yang telah merampas separuh hidupku, yang membuat aku merasa hidup dan meninggalkan banyak hal yang selama ini kumiliki. Meski untuk itu, aku juga kehilangan banyak hal...
       (NSdI, 2004:61)
4.
Evaluasi
30) Maret 2000. Penjara telah mengajarkan aku banyak hal. Paling tidak, aku semakin memahami bahwa di tempat yang terkungkung seperti itu, aku malah menemukan kebebasan untuk melakukan banyak hal, termasuk berpikir bagaimana mencari kehidupan yang lebih baik suatu saat nanti. Di penjara, aku banyak memiliki waktu untuk merenung dan belajar menghargai orang lain, meski banyak orang yang tak mau menghargaiku. Aku maklum, mereka kebanyakan memang residivis dan terbiasa dalam kehidupan yang keras.
      (NSdI, 2004:62)
31) Namun ketika sampai di Rimbo Pematang, tak kudapati umi. Aku hanya menemukan gundukan tanah merah di pinggir hutan dan jawaban para tetangga tentang meninggalnya perempuan yang paling kucintai itu beberapa hari sebelumnya.
       (NSdI, 2004:62)
5.
Resolusi
32) Tengah malam aku meninggalkan Rimbo Pematang, meninggalkan segala cinta yang kumiliki di kampung itu. Meninggalkan semuanya. Aku berlari membawa sayatan yang sangat pedih. Aku berjalan kaki beberapa jam dan tiba di Lintas Timur ketika hawa dingin menusuk tulang, dan aku tak tahu harus ke mana. Sebuah bus ke arah utara berhenti dan aku naik. Paginya, bus berhenti di Pekanbaru dan aku turun di kota itu. Aku pernah beberapa kali ke Pekanbaru, tetapi aku tidak kenal betul dengan Pekanbaru karena aku lebih kenal Kota Jambi, tempat aku kuliah, selain jarak yang lebih dekat ke Jambi ketimbang ke Pekanbaru.
      (NSdI, 2004:63)
42) Kubiarkan cambang, kumis, dan jenggotku memanjang, juga rambutku, supaya tak ada orang yang mengenaliku, meskipun aku yakin tak ada orang yang mengenaliku di kota ini meski kasusku dimuat di beberapa koran.
       (NSdI, 2004:63)
33) Di dekat penginapan itu, ada rumah makan Padang yang cukup ramai. Aku menemui salah seorang pemiliknya dan mengatakan ingin bekerja sebagai apapun, yang penting menyambung hidup. Si pemilik rumah makan itu, orang memanggilnya Ajo Yusrizal, tertawa mendengar apa yang kukatakan... Dia mengatakan bahwa sebenarnya semua tempat sudah cukup. Namun kemudian dia bilang, kalau aku mau, aku bekerja dulu di belakang sebagai tukang cuci piring.
       (NSdI, 2004:64)
43) Rambutnya gondrong awut-awutan, hampir seluruh mukanya ditutupi bulu lebat....
       (NSdI, 2004:75)
46) “Begitu dong. Sekali-kali tersenyum dan tertawa. Jangan menjadi Mr. Cool, aku kan jadi kikuk terus kalau kamu selalu diam...” katanya lagi.
       (NSdI, 2004:83)
6.
Koda
13) Namun, DC dan perusahaannya telah menghancurkan semuanya. Aku berubah menjadi emosional dan gampang marah serta selalu memendam dendam. Aku sakit hati dan selalu memendam perasaan ingin menghancurkannya suatu saat nanti kalau ketemu dia, atau siapapun orang dekatnya. Dia telah menghancurkan semuanya; banjir dan kekeringan karena hutan di sekitar kampungku habis, abah terbawa aliran sungai dan jasadnya pun aku tak pernah melihatnya, aku bersama teman-teman membakar base camp dan kemudian masuk penjara yang mungkin membuat umi tertekan batin karena anak satu-satunya berurusan dengan masalah kriminal dan akhirnya meninggal hanya beberapa hari sebelum aku keluar dari penjara. Tidak cukupkah itu menjadi alasan untuk menghancurkannya?
      (NSdI, 2004: 86)
34) “Aku ingin dia hancur, Sarah.... Aku marah karena DC adalah biang kehancuran semuanya...”
       (NSdI, 2004:90)
35) Beberapa bulan kemudian, hampir Subuh dia datang ke rumah dan mengatakan dia akan pergi jauh. Perasaanku mengatakan telah terjadi apa-apa dengan dirinya. Aku yakin dia telah melakukan sesuatu dan aku yakin itu ada hubungannya dengan DC... “Mungkin saat ini polisi sedang sibuk dan menyebarkan intelijennya untuk mencari pelakunya. Aku telah menghancurkan DC....”
       (NSdI, 2004:94)
36) “... Perjalananku tak tentu arah, bisa saja aku akan lama masuk di hutan atau tinggal berpindah-pindah di kota besar dengan menjadi gembel atau pengemis.”
       (NSdI, 2004:95)
37) Ketika kemudian aku mendengar berita itu: engkau hilang terseret arus sungai dan mayatmu tak ditemukan dalam sebuah banjir bandang yang melanda kampungmu, aku sudah kehabisan air mata, Kalid. Aku yakin dan percaya, seperti kejadian-kejadian sebelumnya, engkau selalu lolos dari apa yang diperkirakan orang. Entahlah, entah kapan lelaki sepertimu akan mati, atau engkau memang memiliki ilmu yang membuatmu tak mati, tak terdeteksi aparat, bisa membuat semua orang mencintaimu dan segala ilmu lainnya?
       (NSdI, 2004:97—98)
38) Aku tak yakin, meski aku mempercayainya: kamu bisa melakukan segalanya seperti yang engkau inginkan. Benarkah engaku telah mati?
       (NSdI: 2004:98)
39) Kemudian, seperti dalam cerita-cerita komik atau film silat, lelaki berambut gondrong menggendong tas ransel itu berjalan menjauhi lapau itu, yang membuat semua orang yang ada di situ melongo. Angin senja yang hampir habis membuat rambutnya berkibar-kibar, dan sinar matahari yang hampir tenggelam membuat tubuhnya tampak hanya bayangan, seperti siluet. Dia berjalan ke arah barat, ke arah matahari tenggelam, ke arah Bukit Tengkorak, bukit kematian yang diyakini oleh seluruh penduduk di kaki Gunung Kerinci itu.
       (NSdI, 2004:100)
40) Dingin yang membuat beku, dan laki-laki berambut gondrong menggendong tas ransel itu tetap berjalan dalam gelap, tanpa cahaya apapun, tanpa apa-apa. Hanya berjalan, ke arah entah.
       (NSdI, 2004:101)

 


(9)          Sebuah teks cerita fiksi terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan, sehingga dapat terlihat ide yang disampaikan pengarang kepada pembacanya. Teks cerita fiksi ini merupakan karya sastra berbentuk prosa. Mengingat hakikat prosa adalah narasi (cerita), maka di dalamnya ada pelaku cerita (tokoh), rangkaian cerita (alur), pokok masalah yang diceritakan (tema), siapa yang menyampaikan cerita (pencerita), serta tempat, waktu, dan suasanan seperti apa cerita itu berlangsung (latar). Itulah yang kemudian disebut unsur intrinsik prosa atau teks cerita fiksi.
Tema telah kalian dapatkan pada tugas sebelumnya, setelah kalian mengidentifikasi permasalahan yang ada di dalam novel. Tokoh yang berperan dalam cerita juga telah kalian ketahui. Namun, penokohan tokohnya belum tergambarkan secara gamblang. Berikut akan diberikan nukilan novel yang menggambarkan penokohan Kalid.
41)    Dia senang bisa memandang lelaki itu; melihat dari dekat wajahnya yang tidak terlalu halus—pori-porinya terlihat dan rahangnya yang menyembul....
(NSdI, 2004:4)
42)    Kubiarkan cambang, kumis, dan jenggotku memanjang, juga rambutku, supaya tak ada orang yang mengenaliku, meskipun aku yakin tak ada orang yang mengenaliku di kota ini meski kasusku dimuat di beberapa koran.
(NSdI, 2004:63)
43)    Rambutnya gondrong awut-awutan, hampir seluruh mukanya ditutupi bulu lebat....
(NSdI, 2004:75)
44)    Tetapi aku sadar sesadar-sadarnya, bahwa tatapan matanya yang sangat tajam ketika kami pertama kali bertemu—bukan bertemu, aku yang memandangnya dari kejauhan—menjelang senja beberapa waktu sebelum huru hara itu, telah mengubah seluruh tatanan pemikiranku selama ini.
(NSdI, 2004:60)
45)    Aku juga pergi tanpa kata-kata, tetapi sekilas aku bisa melihat ekspresi Kalid yang dingin. Betul-betul dingin dan beku.
(NSdI, 2004:6)
46)     “Begitu dong. Sekali-kali tersenyum dan tertawa. Jangan menjadi Mr. Cool, aku kan jadi kikuk terus kalau kamu selalu diam...” katanya lagi.
(NSdI, 2004:83)
47)    Dia ingat lelaki itu, lelaki pemberani dan misterius. Lelaki yang mau melawan badai, membunuh beruang bahkan ketika usianya sendiri belum sepuluh tahun dan melawan kekuatan apapun yang dianggapnya salah dan merugikan orang lain.
(NSdI, 2004:1—2)
48)    Dan inilah yang ingin kuceritakan di sini. Tentang laki-laki misterius yang telah merampas separuh hidupku, yang membuat aku merasa hidup dan meninggalkan banyak hal yang selama ini kumiliki. Meski untuk itu, aku juga kehilangan banyak hal...
(NSdI, 2004:61)
49)    Namun dia tetap ngotot agar bisa tetap sekolah yang jaraknya sekitar 15 kilometer ke kota kecamatan. Dan untuk sampai ke sana, dia harus naik perahu ke arah hilir selama setengah jam, menyambung lagi dengan angkutan  pedesaan ke arah kota kecamatan. Pulangnya, dia juga harus menempuh rute yang sama ketika pergi.
(NSdI, 2004:35)
50)    Yang penting dia berangkat dulu, melihat kondisi. Kalau memang tak memungkinkan, dia akan mencari pekerjaan dulu, mengumpulkan uang, dan setelah itu baru kuliah. Dia bisa istirahat setahun tak kuliah, ini banyak dilakukan mahasiswa yang kesulitan dana.
(NSdI, 2004:37)

Berdasarkan berbagai nukilan yang dberikan, diskusikanlah penokohan Kalid menurut kalian, baik ciri fisiknya maupun sifat dan sikap yang digambarkan pengarang.
a)      Kalid adalah seorang yang berperawakan keras dengan pori wajah yang agak kasar dan rahang yang menyembul.
b)      Khalid memiliki kumis, cambang, dan jenggot yang panjang.
c)      Khalid berambut gondrong dan awut-awutan dan hampir seluruh mukanya tertutup bulu.
d)     Khalid memiliki tatapan mata yang sangat tajam.
e)      Khalid memiliki ekspresi yang dingin.
f)       Khlaid adalah lelaki pemberani dan misterius.
g)      Kalid sebagai seorang lelaki yang tidak pernah menyerah menghadapi prahara kehidupan. Seorang sarjana hukum yang akhirnya menjadi korban ketidakadilan. Kalid sebagai lelaki yang tak pernah ‘mati’ hingga akhir cerita.
(10)      Secara keseluruhan, struktur yang membangun teks cerita fiksi adalah abstrak^orientasi^komplikasi^evaluasi^resolusi^koda. Akan tetapi, karena teks novel ini termasuk genre makro, terdapat beberapa jenis genre mikro (teks tunggal) yang mengisi keseluruhan struktur teks novel. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa nukilan yang menggambarkan penokohan Kalid. Beberapa nukilan tersebut, jika diamati dengan cermat, termasuk ke dalam teks deskripsi. Tentu kalian masih ingat apa dan bagaimana struktur teks deskripsi. Coba sebutkan!
Struktur Teks Deskripsi :
1.      Pernyataan benda yang dideskripsikan
2.      Bagian yang dideskripsikan
(11)      Agar dapat lebih memahami genre novel ini, coba kalian baca dengan saksama penggalan peristiwa yang diambil dari novel NSdI berikut ini.
Struktur Teks
Nyanyi Sunyi dari Indragiri, 2004, (Halaman 33-36)
Orientasi
1.      1991. Dia masih termenung di serambi rumah panggungnya sambil menyaksikan kabut tipis  yang perlahan pergi satu persatu, memberikan tempat kepada sinar matahari yang datang dengan warna keemasan. Hari masih pagi dan kampung ini sudah sepi. Sudah menjadi kebiasaan rutin, sejak selesai salat Subuh, para lelaki pergi ke rimbo menakik getah. Mereka pulang sekitar pukul 8 atau 9. Setelah itu mereka istirahat sebentar sebelum turun ke sawah. Sore hingga malam, banyak dari mereka kemudian turun ke sungai; menebar jala mencari ikan atau melihat lukah yang dipasang sore hari sebelumnya. Dan yang dilakukan oleh para wanita; bagi yang muda, mereka akan ke sungai mencuci pakaian, dan para ibu ke pasar menjual ikan hasil tangkapan suami dan anak-anak mereka di sungai. Kehidupan yang rutin dari dulu hingga kini.
Urutan Peristiwa
2.      Dia memang mau pergi. Dia sudah mengemas pakaiannya dalam sebuah tas ransel lusuh yang mungkin juga sudah bau. Dia mau pergi, mengejar dunia dan mimpi masa kanak-kanaknya: ada jalan beraspal dan jembatan yang mengeluarkan kampungnya dan juga kampung sekitarnya dari isolasi. Ada listrik yang menerangi sehingga kampungnya tidak gelap gulita di malam hari, karena hanya lampu teplok yang menyala. Dia juga ingin ada sekolah yang layak tidak hanya sebatas SD, agar anak-anak kampungnya tidak harus mengayuh perahu ke seberang ketika ingin berangkat sekolah ke SMP maupun SLTA. Hal inilah yang membuat banyak anak di kampungnya akhirnya memilih tidak sekolah dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti orang dewasa di kampung ini; menakik getah, menjala ikan, dan turun ke sawah.
3.      “Tapi Abah tak memiliki banyak uang untuk sekolahmu, Nak....” Dia ingat, itu kata abahnya ketika dia ingin melanjutkan ke SLTA setamat SMP. “Untuk sekolahmu sampai SMP saja kita harus hidup seperti ini,” sambung lelaki tua itu sambil mengisap tembakaunya, di suatu malam yang sepi.
4.      “Saya akan bekerja sore hari, Abah. Saya akan mencari sendiri biaya SPP-nya,” katanya ketika itu.
5.      “Jangan begitu, Lid. Kau harus tahu diri bahwa untuk sekolah itu biayanya besar. Abah tahu, kau pasti ingin pintar, ingin jadi orang, ingin membangun kampung ini seperti cerita-ceritamu ketika kecil dulu. Tetapi itu mimpi, Nak. Biayanya besar....”
6.      Namun dia tetap ngotot agar bisa tetap sekolah yang jaraknya sekitar 15 kilometer ke kota kecamatan. Dan untuk sampai ke sana, dia harus naik perahu ke arah hilir selama setengah jam, menyambung lagi dengan angkutan pedesaan ke arah kota kecamatan. Pulangnya, dia juga harus menempuh rute yang sama seperti ketika pagi. Setiap hari dia menempuh perjalanan itu, dan sorenya dia bekerja pada Jufri, juragan getah di kampungnya. Dia ikut menjadi buruh angkut getah dari rumah ke rumah. Uang yang didapat dari pekerjaan itu lumayan bisa untuk membiayai sekolahnya; dari membeli pakaian seragam, membayar ongkos perjalanan, sampai biaya SPP.
7.      Malam-malam ketika dia sudah sampai dirumah,  dia sering membayangkan betapa memang berat perjuangan yang harus dilakukannya untuk bisa sekedar tamat SLTA. Bagaimana nanti kalau harus kuliah? Namun dia tetap memiliki keinginan itu;  menjadi guru dan mengajar anak-anak di kampungnya, agar tidak hanya sekadar bisa tulis-baca Alquran seperti yang selama ini didapatkannya dari guru mengaji di surau ketika malam setelah salat Magrib. Dia ingin menjadi guru, agar anakanak di kampung ini bisa sekolah yang lebih tinggi; menjadi insinyur untuk membangun jembatan dan jalan di kampungnya, atau menjadi pejabat agar punya pikiran untuk membangun sekolah di kampungnya. Dalam pikirannya, kalau ada anak kampungnya menjadi pejabat, tentu dia akan ingat bahwa kampungnya masih terisolir, sehingga dipikirkan bagaimana membangun jembatan dan jalan, serta sekolah yang memadai. Tetapi, apakah aku bisa menjadi guru untuk menciptakan pejabat dan insinyur itu?
Reorientasi
(pilihan)
8.      Tapi dia memang akan pergi. Meninggalkan semuanya, semua yang pernah dialaminya sejak dia lahir, kanakkanak, sampai menamatkan SLTA. Dia ingin ke kota, meneruskan mimpinya; kuliah dan menjadi seorang guru. Dan dia sudah berkemas. Sudah memasukkan pakaian dan semua barang pentingnya, termasuk ijazah, ke dalam tas ransel lusuhnya.

(12)      Setelah membaca dengan cermat penggalan peristiwa yang terdapat dalam novel NSdI di atas, teks apakah yang terlihat dengan struktur orientasi^uraian peristiwa^reorientasi tersebut?
Teks Cerita Sejarah
a)      Orientasi atau pengenalan berisi informasi pembuka mengenai peristiwa atau kejadian sejarah yang akan diceritakan.
b)      Urutan peristiwa merupakan rekaman peristiwa sejarah yang terjadi, yang biasanya disampaikan dalam urutan kronologis.
c)      Reorientasi berisi komentar pribadi penulis tentang peristiwa atau kejadian sejarah yang diceritakan.
 

(13)           Teks cerita fiksi, khususnya novel, termasuk genre makro, sebab dalam tubuh teks ini terdapat beberapa genre mikro. Cuplikan peristiwa di atas contohnya. Sebuah teks cerita fiksi memiliki urutan struktur abstrak^orientasi^komplikasi^evaluasi^resolusi^koda. Akan tetapi, ternyata di dalam struktur besar tersebut, terdapat teks cerita ulang (rekon) seperti di atas. Teks ini pun dibangun oleh teks lain lagi. Temukanlah teks lain tersebut dengan memerhatikan penggalan yang lebih kecil dari nukilan di atas.
Teks ini dibangun oleh teks lain lagi yaitu teks sejarah, teks eksplanasi, teks deskripsi, dan teks biografi
(14)           Informasi apa yang ada dalam ketiga penggalan teks tersebut? Uraikanlah!
a)      Informasi dalam teks (1)
·           Para lelaki memiliki kebiasaan pergi ke rimbo menakik getah lalu pulang sekitar pukul 8 atau 9, untuk para wanita muda mencuci pakaian ke sungai, serta mencari ikan dan menggarap sawah telah menjadi kebiasaan rutin dari dulu.
b)      Informasi dalam teks (2)
·           Tokoh ‘Dia’ akan pergi ke luar kota demi mengejar mimpinya untuk memajukan kampung tempat tinggalnya yaitu membangun jembatan dan jalan beraspal serta mendirikan sekolah lain, tidak hanya sebatas SD.
·           Penyebab banyak anak-anak berhenti sekolah di desa itu adalah kurang tersedianya sekolah selain SD hingga akhirnya mereka melakukan kegiatan orang dewasa sehari-hari seperti menakik getah, menjala ikan, dan turun ke sawah.
c)      Informasi dalam teks (6)
·           Perjalanan yang harus ditempuh oleh tokoh ‘Dia’ ke sekolah berjarak sekitar 15 kilometer dengan rute naik perahu ke arah hilir selama setengah jam, disambung dengan angkutan pedesaan ke arah kota kecamatan.
·           Uang yang didapatkan dari hasil menjadi buruh angkut getah pada sore hari, digunakan oleh tokoh ‘Dia’ untuk membiayai sekolahnya.
(15)           Dengan mempelajari informasi yang kalian peroleh, kalian mendapat gambaran bahwa penulis teks memaparkan secara rinci keadaan di sekitar tokoh. Beberapa penjelasan bahkan memberikan keterangan waktu untuk menyatakan keadaan faktual yang dideskripsikan.
Pelajarilah sekali lagi dengan saksama informasi yang kalian temukan. Termasuk teks apakah ketiga penggalan tersebut? Uraikanlah alasan kalian dan sebutkanlah struktur yang membangun teks tersebut.
Jenis teks (1):
·           Teks rekon (cerita kembali) dengan struktur orientasi^urutan peristiwa^reorientasi.
·           Teks cerita fiksi (naratif) dengan struktur abstrak^orientasi^komplikasi^evaluasi^resolusi^koda.
Jenis teks (2):
·           Teks rekon (cerita kembali) dengan struktur orientasi^urutan peristiwa^reorientasi.
·           Teks cerita fiksi (naratif) dengan struktur abstrak^orientasi^komplikasi^evaluasi^resolusi^koda.
Jenis teks (3):
·           Teks rekon (cerita kembali) dengan struktur orientasi^urutan peristiwa^reorientasi.
·           Teks cerita fiksi (naratif) dengan struktur abstrak^orientasi^komplikasi^evaluasi^resolusi^koda.
 



(19)     
Panas terik masih terus memanggang kampungnya, juga kampung-kampung lain di pinggir sungai itu. Asap mengepul dari hutan-hutan di pinggir kampung yang sudah banyak terbakar. Hampir setiap hari pula, dia selalu mendengar suara mesin penebang kayu meraung-raung tidak siang tidak malam dan beberapa hari kemudian kayu-kayu, yang sudah dirajang dengan rapi baik berbentuk papan maupun batangan segi empat dikeluarkan oleh serombongan kerbau dari hutan. Sesampai di pinggir sungai, ada orang yang mengikatnya dengan tali atau kawat dan kemudian dalam jumlah besar dialirkan ke arah hilir sungai dan dikendalikan oleh kepompong bermesin diesel. Hampir setiap hari, dalam panas yang memanggang kampung itu, hal seperti itu terjadi; raungan gergaji sepanjang hari, suara gedblar kayu tumbang, kayu yang ditarik kerbau keluar dari hutan menuju pinggir sungai, dan rombongan aliran kayu ke arah hilir.
(NSdI, 2004:39—40)
Perhatikan kutipan berikut dengan teliti.














Kutipan di atas berisikan gambaran suasana yang dilukiskan pengarang. Pendeskripsian suasana tersebut membuat kalian mengetahui secara detail suasana kampung yang dilukiskan pengarang sehingga pembaca seolah-olah bisa turut merasakan suasana tersebut.
Berdasarkan kutipan Nyanyi Sunyi dari Indragiri halaman 39—40 di atas, tentukanlah apakah pernyataan berikut ini benar (B), salah (S), atau tidak terbukti benar salahnya (TT) dengan membubuhkan tanda centang (√) pada pilihan kalian. Untuk menentukan jawaban, kalian tidak perlu berpedoman pada pengetahuan umum atau pengetahuan yang telah kalian miliki, tetapi cukup berpedoman pada informasi yang disajikan dalam teks tersebut.
No.
Pernyataan
B
S
TT
1.
Hutan-hutan di pinggir kampung banyak yang terbakar.


2.
Kampung di sana menjadi panas akibat hutan yang terbakar.


3.
Kampung tersebut berada jauh dari sungai.


4.
Mesin penebang kayu hanya terdengar di siang hari.


5.
Setelah ditebang, kayu-kayu dirajang berbentuk papan maupun batangan segi empat.


6.
Orang-orang yang bekerja menebang kayu itu bekerja untuk seorang pengusaha yang dilindungi aparat.


7.
Untuk mengeluarkan kayu yang sudah dipotong dari hutan menggunakan jasa kerbau.


8.
Kerbau-kerbau membawa kayu tersebut hingga ke pinggir sungai.


9.
Setelah sampai dipinggir sungai, kemudian kayu tersebut dialirkan begitu saja ke arah hilir.


10.
Banyak orang kampung yang bekerja untuk perusahaan itu.



(20)      Untuk melukiskan sosok dan watak tokoh, serta suasana latar belakang cerita, baik waktu maupun tempat, kalian bisa melihat pengarang menggunakan perumpamaan, yang dikenal dengan sebutan majas atau gaya bahasa. Perhatikan beberapa kutipan berikut. Tentu saja kalian masih ingat tentang gaya bahasa. Temukan dan tentukanlah gaya bahasa yang terdapat di dalamnya.
No.
Kutipan Nyanyi Sunyi dari Indragiri
Gaya Bahasa
1.
Hampir setiap hari pula, dia selalu mendengar suara mesin penebang kayu meraung-raung tidak siang tidak malam dan beberapa hari kemudian kayu-kayu, yang sudah dirajang dengan rapi baik berbentuk papan maupun batangan segi empat dikeluarkan oleh serombongan kerbau dari hutan (NSdI, 2004:40).
Antitesis
2.
Semuanya seperti musim kering; kemarau datang dan angin gersang menusuk-nusuk. Semuanya seperti musim basah; hujan dan badai adalah nyanyian dalam sedih dan ngilu. Semuanya seperti perih, ketika langit tak menyisakan cerita apa-apa. Semuanya menjadi sepi... (NSdI, 2004:1).
Personifikasi
3.
Angin senja yang hampir habis membuat rambutnya berkibar-kibar, dan sinar matahari yang hampir tenggelam membuat rambutnya tampak hanya bayangan, seperti siluet (NSdI, 2004:100).
Simile





4.



Hampir setiap hari, dalam panas yang memanggang kampung itu, hal seperti itu terjadi; raungan gergaji sepanjang hari, suara gedblar kayu tumbang, kayu yang ditarik kerbau keluar dari hutan menuju pinggir sungai, dan rombongan aliran kayu ke arah hilir (NSdI, 2004:40).





Personifikasi
5.
Tetapi aku sadar sesadar-sadarnya, bahwa tatapan matanya yang sangat tajam ketika kami pertama kali bertemu—bukan bertemu, aku yang memandangnya dari kejauhan— menjelang senja beberapa waktu sebelum huru hara itu, telah mengubah seluruh tatanan pemikiranku selama ini (NSdI, 2004:60).
Koreksio
(dhea: sinestesia)
6.
Aku diam menahan perih. Perlahan air mataku mengalir dan aku tak bisa terisak. Memang tak ada isak, yang ada dalam diriku adalah pedih, ngilu, dan nyeri (NSdI, 2004:21—22).
Polisidenton
(dhea: hiperbola)

(21)      Dalam sebuah novel, untuk melukiskan sesuatu, kerap menggunakan kata sifat yang meluas, agar dapat memberikan penggambaran yang lebih jelas. jika digambarkan: wanita itu tak dapat menahan isak tangisnya dengan terus mengucurkan air mata, pembaca bisa membayangkan kesedihan seperti apa yang dialami si wanita.
Berikut akan diberikan beberapa contoh kalimat yang menggunakan kata sifat yang meluas tersebut. Tugas kalian adalah mencari contoh lain yang boleh kalian buat sendiri.
(a)    Alia, wanita itu, masih menangis tanpa suara, hanya isakan (NSdI, 2004:1).
(b)   Dia senang memandang lelaki tu; melihat dari dekat wajahnya yang tidak terlalu halus—dengan pori-pori yang terlihat dan rahang yang menyembul (NSdI, 2004:4).
(c)    Dan sebelum perusahaan itu datang, tak pernah ada banjir besar yang menghancurkan kampung kami setiap tahun (NSdI, 2004:7).
(d)   Ibu menatapku penuh harap, kerutan-kerutan tipis mulai bermunculan di sudut matanya yang indah, begitu juga di bibirnya yang mengulum senyum tulus padaku.
(e)    Syifa berlari cepat, langkah kecilnya yang tak aturan, kedua bola mata hitam pekatnya nampak berbinar melihat pelangi di atas atap rumah tetangga.
(f)    Pengemis itu berjalan tertatih di sepanjang jalan, kedua tangan dan kakinya gemetar seakan tak kuat menopang tubuh ringkih dan tuanya itu.
(g)   Gadis itu terperangah melihat kemunculan sosok pria di hadapannya saat ini, berdiri tegap layaknya seorang tentara, rambut kusamnya berantakan ditiup angin, pandangan teduh yang memerangkap, serta gigi taring yang menyembul dari senyuman manisnya, tidak asing lagi, sosok pria itulah teman masa kecil yang ia cari-cari.
(h)   Pangeran tampak memesona dengan tuxedo hitam, dasi merah bermotif garis-garis, tatanan rambut yang mengekspos dahi, sepatu hitam mengilap, dan cincin perak di genggamannya yang siap ia berikan kepada calon istrinya sebentar lagi.
(i)     Ayah tak kuasa menahan emosi, wajah tenangnya berubah merah padam dengan keringat yang mulai merembes keluar dari pori-pori kulit, membasahi dahi dan sedikit rambut berubannya.
(j)     Tak tahan lagi, Medina mulai terisak di pelukan sang ibu, bahkan pelukannya terasa lebih lemah, kali ini sang ibu membalas dengan dekapan yang lebih erat dan hangat, tangan gemulainya mengelus dan menepuk-nepuk pundak Medina, membuatnya menangis makin menjadi-jadi.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contoh Teks Pewara / Pranatacara dalam Bahasa Jawa

Tugas SBK : Contoh Nirmana Titik, Garis, Bidang, Gempal, dan Tekstur

Tugas Bahasa Indonesia Memahami Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Opini/Editorial “Menjual Sembari Menjaga Nirwana"