Contoh Teks Negosiasi antara Pengrajin Batik dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata



Negosiasi antara Pengrajin Batik dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Tokoh-Tokoh :
1.      El Medina Aulia Putri sebagai Sekretaris Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
2.      Iqbal Misbachul Ulum sebagai Pengrajin Batik.
3.      Moch. Iqbal sebagai Pengrajin Batik.
4.      Niken Wibasari Sanwa sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Di Jawa Tengah terdapat sebuah desa yang merupakan penghasil batik. Di desa tersebut mayoritas penduduknya bekerja sebagai pengrajin batik. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan kain batik yang sedang dijemur.
Hingga pada suatu hari bertemulah dua pengrajin batik di suatu rumah. Mereka sedang membicarakan sarana dan prasarana dalam pembuatan kain batik yang belum tercukupi di daerah mereka.
Di suatu rumah....
Moch. Iqbal        : “Assalamu’alaikum Wr. Wb.”
                               (Berjabat tangan)
Iqbal Misbachul : “Wa’alaikumsalam Wr. Wb. Bagaimana kabar Anda?”
Moch. Iqbal        : “Alhamdulillah baik-baik saja. Bagaimana dengan Anda?”
Iqbal Misbachul : “Saya juga sehat wal’afiat. Silakan duduk Pak.”
Moch. Iqbal        : “Terima kasih. Bagaimana perusahaan Anda? Apakah telah mengalami perkembangan?”

Iqbal Misbachul : “Perkembangannya pesat sekali Pak. Awalnya saya tidak menyangka   usaha kain batik saya dapat seperti ini. Terima kasih atas saran Bapak       5 tahun lalu yang mendorong saya untuk membuka usaha batik yang bertujuan melestarikan budaya Indonesia dan membantu mengatasi pengangguran.”
Moch. Iqbal        : “Sama-sama. Saya akui Anda adalah pengrajin yang ulet terbukti dari perusahaan batik Anda yang telah berkembang pesat. Perusahaan saya berdiri lebih dulu dari Anda tetapi perkembangannya tidak seperti perusahaan Anda.”
Iqbal Misbachul : “Menurut saya hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan teknologi terutama media sosial.”
Moch. Iqbal        : “Betul sekali. Oh ya, menurut Anda apakah ada sarana yang kurang      bagi perusahaan Anda?”
Iqbal Misbachul : “Ada Pak. Perusahaan saya membutuhkan laboratorium untuk         meneliti bahan baru yang akan digunakan untuk membatik. Agar karyawan tidak merasa was-was untuk memakai bahan baru tersebut.”
Moch. Iqbal        : “Menurut saya yang paling dibutuhkan adalah galeri batik. Saya       melihat bahwa kekurangan desa kita adalah masalah pemasaran.     Dengan galeri, kita jadi tidak terlalu berusaha keras dalam       memasarkan batik kita.”
Iqbal Misbachul : “Jika masalahnya pemasaran, kita bisa saja memasarkan melalui         media sosial. Menurut saya hal tersebut tergantung pada tiap     perusahaan. Tapi yang paling penting adalah laboratorium batik itu      tadi.”
Moch. Iqbal        : “Bukankah galeri batik juga dibutuhkan? Jika ada wisatawan yang    datang ke desa kita, mereka langsung saja datang ke galerinya. Tidak perlu berkeliling dari pengrajin satu ke pengrajin lainnya.”
Iqbal Misbachul : “Bagaimana jika laboratorium saja?”
Moch. Iqbal        : “Para pengusaha yang lain masih belum mengerti fungsi dan         kegunaan laboratorium batik. Jika galeri mereka pasti mengerti.”
Iqbal Misbachul : “Jika sudah disetujui, kita dapat sosialisasikan kepada mereka.      Bagaimana?”
Moch. Iqbal        : “Hm.... Baiklah kalau begitu.”
Iqbal Misbachul : “Bagus. Bagaimana jika kita segera membuat proposal agar besok bisa segera diajukan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata?
Moch. Iqbal        : “Baiklah.”
                 (Kedua pengrajin tersebut pergi membuat proposal)
Keesokan harinya....
Setelah keduanya selesai membuat proposal, Pengrajin Moch. Iqbal mewakili Pengrajin Iqbal Misbachul pergi menemui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tetapi ia bertemu dengan Sekretaris Kepala Dinas terlebih dahulu.
Sekretaris        : “Selamat pagi Bapak. Ada yang bisa saya bantu?”
Moch. Iqbal     : “Saya ingin menemui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata            Mbak.”
Sekretaris        : “Oh, kebetulan sekali saya adalah sekretarisnya. Mohon maaf, Kepala   Dinas sedang sibuk. Ada masalah apa ya Pak?”
Moch. Iqbal     : “Ini Mbak saya akan mengajukan pembangunan laboratorium batik di     desa saya yang pada dasarnya adalah desa penghasil batik.”
Sekretaris        : “Boleh saya lihat proposalnya Pak?”
Moch. Iqbal     : “Ini Mbak.”
                           (Menyerahkan proposal)
Sekretaris        : “Bagus juga ide Bapak untuk mendirikan laboratorium batik di desa      Bapak. Tapi boleh saya tahu tujuan laboratorium batik ini untuk apa?”
                            (Melihat-lihat isi proposal)
Moch. Iqbal     : “Saya ingin karyawan saya dapat bekerja dengan baik tanpa merasa        was-was akan bahan-bahan yang digunakan, jadi mereka bisa meneliti bahan-bahan terlebih dahulu sebelum menggunakannya. “
Sekretaris        : “Memangnya hal tersebut penting Pak?”
Moch. Iqbal     : “Menurut saya penting. Karena saya memperkerjakan banyak karyawan yang jika terjadi apa-apa pada mereka saya harus bertanggung jawab.  Maka dari itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, saya ingin mendirikan laboratorium batik. Lagipula dengan adanya   laboratorium batik kami dapat menemukan bahan-bahan pembuatan      batik yang baru.”
Sekretaris        : “Rencananya akan didirikan di mana Pak?”
Moch. Iqbal    : “Saya ingin membangun laboratorium di tengah-tengah desa agar  masyarakat dapat menggunakannya dengan baik.”
Sekretaris        : “Ide Bapak sebenarnya bagus, tetapi mohon maaf kami belum bisa mewujudkannya karena kami baru saja menyelesaikan proyek pembangunan pusat oleh-oleh yang menghabiskan banyak dana.”
Moch. Iqbal     : “Bukankah dana tersebut bisa didapat dari pemerintah pusat?”
Sekretaris        : “Memang betul Pak. Tetapi kami takut jika meminta dana pembangunan   lagi maka akan tidak disetujui.”
Moch. Iqbal     : “Bukankah itu memang tugas Mbak untuk meyakinkan mereka?”
Sekretaris        : “Iya Pak. Tapi....”
Moch. Iqbal    : “Begini Mbak saya ingin bertemu dengan Kepala Dinas saja, saya yang   akan menjelaskan semuanya.”
Sekretaris        : “Tidak bisa Pak. Kepala Dinas sedang sibuk.”
Moch. Iqbal     : “Lalu kapan saya bisa menemui Kepala Dinas?”

Sekretaris        : “Sebentar, saya akan tanyakan dulu apakah Kepala Dinas dapat          bertemu dengan Bapak hari ini.”
  (Menelepon Kepala Dinas)
Sekretaris        : “Ternyata Bapak dapat menemui Kepala Dinas sekarang. Mari saya antar    ke ruangan beliau.”
  (Berjalan menuju ruang Kepala Dinas)

Di ruangan Kepala Dinas....
Sekretaris        : “Bu, ini pengrajin batik yang saya sebutkan tadi. Silakan duduk Pak.”
Moch. Iqbal     : “Terima kasih Mbak.”
Sekretaris        : “Saya permisi dulu Pak, Bu.”
Kepala Dinas   : “Selamat pagi Pak. Dengan Bapak siapa?”
Moch. Iqbal     : “Saya Moch. Iqbal seorang Pengrajin batik dari Desa Wonorejo.”
Kepala Dinas   : “Ada perlu apa Bapak ingin menemui saya?”
Moch. Iqbal    : “Begini Bu desa saya adalah desa penghasil batik, saya dan rekan saya    telah berunding bahwa kami membutuhkan laboratorium batik di desa kami.“
Kepala Dinas  : “Laboratorium batik? Kok saya belum pernah dengar?”
Moch. Iqbal    : “Laboratorium batik itu adalah tempat yang digunakan untuk meneliti  bahan-bahan baru yang akan digunakan untuk membuat kain batik.”
Kepala Dinas   : “Apa hanya itu saja fungsinya Pak?”
Moch. Iqbal    : “Sebenarnya masih banyak Bu. Dapat menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat, kami dapat berinovasi untuk menciptakan kain batik           yang berbeda dengan kain batik yang lain.”

Kepala Dinas   : “Mengapa laboratorium batik? Mengapa bukan galeri batik saja?”
Moch. Iqbal     : “Kami kurang membutuhkan galeri karena masing-masing dari kami     sudah dapat menjualnya di perusahaan dan toko-toko. Media sosial        juga menjadi faktor penentu kan Bu.”
Kepala Dinas   : “Kami takut pemerintah pusat sulit mengabulkan permintaan Bapak.”
Moch. Iqbal     : “Mengapa demikian Bu?”
Kepala Dinas   : “Laboratorium batik ini kan hanya sedikit orang saja yang tahu       fungsinya. Bahkan tidak semua orang berminat mengunjunginya. Saya   juga takut jika nantinya sudah dibangun akan tidak berfungsi dengan     baik.”
Moch. Iqbal     : “Maka dari itu saya ingin laboratorium batik ini menjadi magnet untuk masyarakat agar mengunjungi desa saya dan turut serta melestarikan     batik. Bahkan menurut saya tidak  masalah jika meletakkan beberapa koleksi batik pilihan di dalam laboratorium.”
Kepala Dinas   : “Bisa juga Pak.”
Moch. Iqbal     : “Jika begitu silakan dilihat dulu proposalnya Bu.”
Kepala Dinas   : “Sepertinya saya tidak dapat mengabulkan hal-hal seperti yang tertulis    pada  proposal Bapak.”
                           (Melihat-lihat isi proposal)
Moch. Iqbal     : “Mengapa Bu?”
Kepala Dinas   : “Banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan dengan serius dan bila proposal Bapak disetujui pun, pasti membutuhkan waktu yang lama.    Tidak hanya itu dana yang dibutuhan juga besar Pak.”
Moch. Iqbal     : “Saya tahu untuk mewujudkan keinginan kami sebagai pengrajin batik tidaklah mudah. Jadi tidak masalah jika memakan waktu yang cukup    lama.”
Kepala Dinas   : “Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak setuju? Perlu Bapak      ingat persetujuan tidak hanya berasal dari pihak pemerintah saja.       Bahkan pihak masyarakatlah yang paling berperan besar dalam keberhasilan laboratorium batik ini.”
Moch. Iqbal     : “Saya bersama pengrajin-pengrajin batik lainnya telah sepakat untuk mengadakan sosialisasi mengenai fungsi laboratorium batik. Kami juga membutuhkan bantuan Ibu untuk mengenalkan laboratorium batik ini kepada masyarakat umum. Sehingga keberadaannya semakin dikenal. Bagaimana Bu?”
Kepala Dinas   : “Baiklah Pak Iqbal. Saya percaya akan kerja keras Bapak dalam   mendirikan laboratorium batik ini.”
Moch. Iqbal      : “Jadi itu artinya proposal saya Ibu terima?”
Kepala Dinas    : “Benar Pak. Tapi Bapak jangan langsung senang dulu. Kita masih perlu bekerja keras dalam mewujudkannya. Partisipasi dari Bapak dan   pengrajin-pengrajin batik lainnya juga dibutuhkan.”
Moch. Iqbal      : “Iya Bu, saya mengerti. Terima kasih banyak Ibu telah menyetujui keinginan kami.”
                            (Menjabat tangan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)
Kepala Dinas    : “Sama-sama Bapak. Jika ada waktu, saya dan rekan-rekan saya akan mengunjungi desa Bapak untuk menindaklanjuti rencana pembangunan   ini.”
Moch. Iqbal      : “Baik Bu. Kami akan menyambut kehadiran Ibu dengan senang hati.   Sekali lagi terima kasih. Saya pamit dulu Bu.”
Kepala Dinas    : “Iya, silakan Bapak.”

   Pengusaha Moch. Iqbal pun meninggalkan ruangan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Teks Pewara / Pranatacara dalam Bahasa Jawa

Tugas SBK : Contoh Nirmana Titik, Garis, Bidang, Gempal, dan Tekstur

Tugas Bahasa Indonesia Memahami Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Opini/Editorial “Menjual Sembari Menjaga Nirwana"