Contoh Naskah Drama Bahasa Indonesia "Bunga-Bunga Rumput"



 Tokoh drama "Bunga-Bunga Rumput" diperankan oleh :

       Alifiah Ayuningtyas sebagai Nana
       El Medina Aulia Putri sebagai Lia
       Figa Cospiningrum Tito Putri sebagai Claudya
       Mira Nurruri sebagai Yuki
       Putri Prama Ananta sebagai Rara

Bagian Satu
Pada bagian ini set berbentuk ruang kelas. Seluruhnya sedang sibuk dengan dunianya masing-masing.

Guru                : “Anak-anak, kita kedatangan seorang murid baru. Dia pindahan dari Magelang. Silahkan masuk Lia.”
Lia                   : “Teman-teman perkenalkan, nama saya Aulia Kusuma Wangi. Kalian bisa memanggil saya Lia. Saya pindahan dari Magelang. Disini saya tinggal bersama nenek saya. Jika kalian ingin mampir ke rumahku, rumahku berada di tengah padang rumput. Aku harap kalian bisa menerimaku sebagai teman kalian. Terimakasih.”
Guru                : “Silahkan kamu duduk di bangku sebelah meja Nana & Rara.”
Lia                   : “Ya, Bu.” (Aulia langsung menuju ke bangku yang dimaksud oleh Guru dan duduk di sebelah meja Nana & Rara.)
Guru                : “Baik anak-anak, mari kita lanjutkan pelajaran hari ini. Silahkan kalian buka buku Bahasa Indonesia halaman 13.”
            Sementara itu, anak-anak di kelas sibuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Mereka terlihat senang dengan kehadirannya.

Nana                : “Hai Aulia, kenalkan namaku Nana. Sepulang sekolah aku ke rumahmu ya..”
Lia                   : “Baiklah, tapi panggil saja aku Lia... ”
Rara                 : “Hai Lia, kenalkan aku Rara. Aku ingin mengunjungi rumahmu juga. Tapi dimana sih rumahmu? Padang rumput mana?”
Lia                   : “Padang rumput di dekat hutan jati.”
Claudya           :”Hah? Di dekat hutan.. iuh...”
Rara                 : “Memangnya kenapa? Unik kan?”
Claudya          : “Ih, sekarang bela dia... Dasar!”
Nana               : “Baiklah, nanti aku akan pulang bersamamu.. Sekalian mengunjungi rumahmu.”
Rara                : “Aku juga!!”
Claudya          : “Jadi sekarang yang bela aku cuma Yuki? Hello?”
Yuki                : “Apa? Kok ada Yuki-Yukinya?”
Claudya          : (mendorong pundak Yuki)“Makanya dengerin, dari tadi ngelamun-ngelamun gak jelas. Dan kalian (menunjuk Rara dan Nana) jangan harap aku traktir lagi. Sana ! temenin tuh anak hutan. Jangan tanya PR lagi ke aku, gak usah minta tumpangan lagi ke aku. Ngerti?” (Rara menutup telinganya rapat dan kembali ke tempat duduknya.)

Akhirnya bel pulang sekolah  berbunyi, Rara, Nana, dan Lia segera berkemas untuk pulang.

Nana               : “Oh ya, sekarang aku dijemput siapa? Bagaimana ini? Ayah dan ibu kan sedang berada di luar kota. Bagaimana ini?”
Rara                : “Penyakitmu kumat lagi Na.”
Nana               : “Memangnya kenapa?”
Rara                : “Tadi pagi, kamu bilang akan pergi ke rumah Lia. Gimana sih?” (Jengkel)
Nana               : (menepuk dahinya) “Oh ya, dasar Nana pikun ! Ya udah kita berangkat sekarang ya..Mana Lia?”
Rara                : “Dia bilang mau ke toilet sebentar. Ayo..”
Nana               : “Kemana?”
Rara                : “Huh.. Kamu benar-benar pelupa. Kamu bilang kita menunggu di halaman sekolah. Bagaimana sih?”
Nana               : “Hehehe..” 

                        Lalu, ketika di toilet.

Lia                   : “Seru juga bersekolah di sini, mereka semua baik sekali kepadaku.” (mencuci muka di wastafel)

                        Tiba-tiba Claudya dan Yuki muncul di balik pintu.

Yuki                : “Cepat sana ! Supirmu sudah menunggu.” (mendorong Claudya masuk ke kamar mandi)
Claudya          : “Sabaran dikit napa? Biarin tuh supir nunggu. Eh, ada anak hutan. (menoleh sinis ke arah Lia)”
Lia                   : (menoleh ke sumber suara) “Eh, Clau.. Clau.. Claudya (Claudya tidak menggubris Lia) Claudya, rumahmu dimana?”
Claudya          : “Udah deh, gak usah sok akrab sama aku.” (Pergi meninggalkan Lia)
Yuki                : “Cepatlah ! Kamu benar-benar pelanggan toilet.” 
Claudya          : “Sebentar !”

            Lia meninggalkan mereka berdua dan menghampiri Rara dan Nana di halaman sekolah.

Rara                : “Ayo, tuh, Lia udah datang.”
Nana               : “Ah, ya.. ayo kita hampiri, kurasa dia mencari-cari kita. Lia !!!! (melambai-lambaikan tangannya)”
Lia                   : (tersenyum) Kalian kemana saja? Tadi bilang menunggu di halaman sekolah. Kenapa kalian menunggu di gerbang?”
Nana               : “Ini Rara mau beli-beli katanya.”
Rara                : “Aku gak beli-beli kamu aja yang beli-beli. (menyenggol bahu Nana)”
Nana               : “Ssstt... Bisa gak kamu gak umbar aibku...”
Rara                : “(menjulurkan lidahnya) biarin..”
Lia                   : “Udah, ayo, bisa-bisa nenek mengunci pintunya ketika berangkat mencari ka... (BRUKKK, Lia terjatuh karena disenggol Claudya) ”
Nana               : “Punya mata gak sih?” (Claudya menoleh)
Claudya          : “Ini kalau bukan mata (menunjuk matanya) , apa?”
Nana               : “Kalau itu mata, pake dong matanya !!” (mendekati Claudya, seakan menantangnya)
Rara                : “Udah Na.. Gausah ...”
Yuki                : “Pulang !! Pulang-pulang...” (menarik tangan Claudya, dan Claudya menepisnya.)
Claudya          : “Kalau mau, pulang aja duluan ! Aku harus selesaikan ini dulu.”
Yuki                : “Pulang, ayo pulang.. PSku udah  nunggu dari tadi...”
Claudya          : “Kamu gak usah macem-macem lagi ya.. Dari tadi nyari masalah mulu !”
Nana               : “Kamu yang cari masalah ... Aku gak mungkin gini kalau gak ada mancing emosiku.”
Rara                : “Nana ! Udah, Liat tuh, Lia aja gak papa. Kenapa kamu yang repot !”
Nana               : “Biar gak diulang lagi Ra... Biar tahu rasa dia ! mentang-mentang dia yang paling kaya, paling cantik, paling pinter di kelas, dia bisa ngelakuin itu ! Gak boleh Ra !”
Rara                : “Tapi ini gak bisa nyelesaiin masalah ini. Kita diam bukan berarti kita kalah.”   
Nana               : “Oke.. aku diem !”
Claudya          : “Anak hutan, aku pulang ya!”
Nana               : “Sekali lagi kamu bilang gitu !”
Yuki                : “Kita pulang dulu ya teman..”
Lia                   : “Ayolah... ini sudah sore...Ayo kita pulang.”
Claudya          : “Cuih.. Gak usah sok suci dah. Gara-gara kamu ini terjadi.” (Pergi meninggalkan mereka bertiga)

                        Yuki dan Claudya pergi meninggalkan mereka bertiga yang terpaku menghadapinya.

Bagian Dua

            Pada bagian ini, set berbentuk sebuah padang rumput yang dipenuhi bunga rumput. Lia, Rara, dan Nana berbaring di rerumputan tersebut sambil menikmati pemandangan di hadapannya

Lia                   : “Dunia indah sekali...”
Rara                : “Meskipun semuanya telah diatur seindah ini oleh Tuhan. Manusia tidak mensyukurinya ..”
Nana               : “Sama seperti Claudya..”
Rara                : “Tidak usah ungkit itu lagi, Na..” (bangkit dari posisi tidurnya dan diikuti oleh Lia dan Nana.)
Lia                   : “Aku tahu perasaannya.. Dia hanya belum sadar.. Dia belum mengerti arti semua ini. Dia hanya butuh waktu.”
Rara & Nana   : “Maksudmu?”
Lia                   : “Dia akan berubah suatu saat nanti. Aku yakin dia akan berubah.”
Nana               : “Tapi, dia sudah keterlaluan.”
Lia                   : “ Cepat atau lambat dia akan berubah, meskipun dia sekarang seperti itu. Suatu saat nanti pasti ada hal yang membuatnya berubah.”
Rara                : “Aku juga yakin dia akan berubah. Oh ya, bukankah sekarang tanggal 22 September..”
Lia                   : “Iya, memangnya kenapa? Apa terjadi sesuatu hal pada tanggal 22 September?”
Nana               : “Bukannya 22 September adalah ulang tahun Claudya? Saat itu dia berkata akan merayakannya bersama tiga sahabat dekatnya.”
Lia                   :” Maksudnya, bersama kalian?”
Rara                : “Seharusnya seperti itu, tapi kami telah menghancurkannya. Kami telah merusak rencananya.
Nana               : “Seharusnya aku menghadiahkan jam tangan padanya, tapi hari ini aku justru menghadiahkannya amarah yang luar biasa padanya.”
Lia                   : “Kurasa kita belum terlambat. Masih ada waktu untuk kita untuk mengucapkan dan memberinya hadiah.”
Rara                : (Bangkit dari duduknya) “Aku pikir aku harus pulang sekarang, aku akan membelikan Claudya hadiah.”
Nana               : “Sepertinya aku harus pulang sekarang, aku harus membelikan Claudya hadiah.”
Lia                   : “Aku seharusnya membelikannya hadiah juga, karena aku ini semua terjadi.”
Rara & Nana   : “Terserah kamu saja ...”

            Hanya tersisa Lia sendiri di padang rumput yang luas. Dia termenung, memikirkan hadiah apa yang harus dibelinya untuk Claudya. Meskipun Claudya tidak memperlakukannya dengan baik, tapi dia pernah merasakan seperti yang dialami oleh Claudya.

Lia                   : “Apa yang harus aku berikan pada Claudya? Aku tidak memiliki cukup uang untuk membelikannya hadiah. Hem.. Aku akan memberikannya hadiah itu saja.”

Bagian Tiga
            Pada bagian ini, set berbentuk sebuah ruang kelas. Terlihat beberapa anak sedang menikmati bekalnya. Sedang yang lainnya bercanda tawa bersama. Termasuk Rara dan Nana yang duduk bersebelahan sedang berbincang-bincang.

Nana               : “Ayo kita berikan hadiahnya.” (Lia menghampiri mereka berdua)
Lia                   : “Ayo... aku juga membawa hadiah untuk Claudya.”
Rara                : “Tuh Claudya lagi makan, ayo kita menghampirinya.” (mereka bertiga menghampiri Yuki dan Claudya yang sedang makan)
Yuki                : “Aduh, mereka ngapain kesini? Jangan bilang mau bikin masalah lagi.”
Claudya          : “Gak usah anggap kedatangan mereka. Anggap mereka gak ada.”
Rara                : “Selamat ulang tahun, meskipun aku terlambat mengucapkannya tidak apa-apakan?” (tersenyum)
Nana               : “Sekalian, aku minta maaf tentang kemarin. Aku terbawa emosi. Maafkan aku.”
Claudya          : “Makasih, maafkan aku juga.”
Rara                : “Ini hadiah dari kami, ayo dibuka.” (Claudya membuka satu persatu hadiah di atas meja)
Claudya          : “Wah, ini kan yang waktu itu, aku sangat mengiginkan ini. Aku suka ini!” (Claudya membuka hadiah terakhir)
Yuki                : “Kalian ternyata masih ingat ulang tahun Claudya. Ternyata pikiranku semalam salah.”
Claudya          : “Apa maksud semua ini?” (melemparkan hadiah terakhir hingga  semua isinya berantakan di lantai)
Yuki                : “Hah? Apa itu?”
Lia                   : “Itu bunga rumput yang tumbuh di padang rumput.”
Claudya          : “Apa maksudmu memberi ini semua?” (Wajah Lia berubah menjadi takut)
Yuki                : “Kau benar-benar Lia.. Apa kau tidak berfikir terlebih dahulu sebelum memberi hadiah ini?”
Claudya          : “Kau membuat selera makanku hilang.”
Lia                   : “Tapi, hanya ini yang bisa aku  berikan.”
Yuki                : “Lia, jika kamu benar-benar tulus meminta maaf. Seharusnya pikir terlebih dahulu.”
Claudya          : “Kamu, kamu...” (pergi meninggalkan mereka berempat)
Yuki                : “Lia ! Kau keterlaluan... Masa kau memberi Claudya bunga rumput, Apa gunanya bunga rumput ? Kau pikir Claudya hewan herbivora yang memakan rumput?
Lia                   : “Tapi..” (Lia terisak mendengarnya)
Yuki                : “Claudya memiliki perasaan dan tidak bisa dengan mudahnya kau mainkan seperti itu, Lia... setidaknya kau jaga perasaaanya. Dia benar-benar sentimen”
Lia                   : “Aku tidak bermaksud mempermainkan perasaannya.”
Yuki                : “Ah! Sudahlah kau sudah membuat ini semua terjadi, kau yang memulai semua ini. Aku benci kamu !” (Yuki meninggalkan Lia, Rara, dan Nana yang sedari diam terpaku)

            Beberapa hari berlalu, suasana kelas yang biasanya ramai berubah menjadi sepi. Sejak kejadian itu mereka semua serasa canggung untuk berkomunikasi. Sepulang sekolah semuanya berkumpul di depan sekolah. Seperti biasanya Claudya pulang dengan jemputannya. Dia berjalan dengan santainya menyebrangi jalan.

Mobil              : “Tiiiiiiiiiinnnnnnnnnnn.....!!!”
Claudya          : “Ah ......!!!”
BRAKKKKK
Nana               : “Lia !!!” (Nana dan Rara berlari ke arah Lia yang tubuhnya terlentang di tengah jalan. Claudya kaget melihat itu semua, ia tak percaya dengan semua ini)
Rara                : “Lia... Bangun...”
Claudya          : “Lia.. maafkan aku... maafkan aku...”
Yuki                : “Maafkan aku juga Lia...”
Rara                : “ternyata ini maksudmu, ternyata hal yang dapat mengubahnya adalah ini semua.”
Lia                   : “Eungghh.. ma...af..” (berhenti bernafas)
Nana               : “Lia ... !! Lia !! Bangun...”
Claudya          : “Lia !!!!!”

            Semuanya berkabung atas kematian Lia. Semuanya berubah, Claudya berubah. Dia mengerti arti sebenarnya kata TEMAN. Lia adalah teman terbaik yang pernah dia miliki.  Lia telah berhasil mengubahnya dari seorang gadis sombong menjadi gadis yang lembut.

Nana               : “Sudah seminggu kursi ini kosong. Sudah seminggu juga keceriaan Lia hilang.”
Yuki                : “Dia adalah gadis yang membuatku lebih mengerti arti TEMAN.”
Claudya          : “Lia... Berkatmu aku masih ada di dunia ini. Aku akan mengambil bunga-bunga rumputmu dan akan menyimpannya.” (mengambil hadiah di almari kelas dan membukanya)
Claudya          : “Apa ini?” (menemukan sebuah surat)
Rara                : “Dia meninggalkan sebuah surat.”
Claudya          : (membacakan surat) “Ternyata maksud dia adalah ini, bunga rumput, terangkai dari serat-serat yang bersatu membentuk sebuah bunga rumput. Layaknya sebuah bunga rumput, kita adalah serat-serat itu dan ditakdirkan untuk bersatu. Meskipun salah satu serat itu akhirnya terputus, takdir tetap mempersatukannya.”
Rara                : “Lia...”
Nana               : “Akan ada ruangan khusus dihati kami untukmu. Tenanglah di sana. Kau adalah teman kami bagaimanapun itu.”

-- THE END --

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Teks Pewara / Pranatacara dalam Bahasa Jawa

Tugas SBK : Contoh Nirmana Titik, Garis, Bidang, Gempal, dan Tekstur

Tugas Bahasa Indonesia Memahami Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Opini/Editorial “Menjual Sembari Menjaga Nirwana"